Kebudayaan Suku Bali
Suku Bali yang dalam bahasa Bali disebut Anak
Bali, Wong Bali, atau Krama Bali merupakan etnis yang mendiami
pulau Bali. Pulau ini dikenal sebaga Pulau Dewata yang berada di timur
Pulau Jawa. Menurut cerita, dahulu kala ada sebua kerajaan di pulau ini dan
mengembangkan Kebudayaan Hindu.
Sejarah Asal-usul
Ada pendapat yang mengatakan bahwa suku asli Bali adalah suku
Aga yaitu salah satu subsuku bangsa Bali yang bermukim di Desa Trunyan.
Masyarakat Bali Aga dianggap sebagai orang gunung yang bodoh. Sebab masyarakatnya
tinggal di pegunungan yang sangat terpencil dan pedalaman sekali serta belum
terjamah oleh teknologi sama sekali. Penduduk asli suku Bali Aga ini bermukim
di pegunungan karena masyarakatnya menutup diri dari pendatang yang mereka
sebut dengan Bali Hindu, yaitu penduduk keturunan Majapahit. Selain itu,
masyarakatnya juga menganggap bahwa daerah di pegunungan adalah tempat suci
karena daerah tersebut banyak sekali puri dan kuil yang dianggap suci oleh
masyarakat Bali.
Selain suku Aga yang ada di Bali, ada pula suku Bali Majapahit.
Suku ini berasal dari pendatang Jawa yang sebagian besar tinggal di Pulau Bali
khususnya berada di dataran rendah. Masyarakatsuku Bali ini berasal dari
masyarakat Jawa pada kerajaan Majapahit yang menganut agama Hindu. Mata pencaharian
dari masyarakat suku ini adalah bercocok tanam. Suku ini juga menjadi salah
satu pengaruh dari sejarah suku Bali.
Pendapat lain mengatakan bahwa, asal-usul suku Bali terbagi ke
dalam tiga periode atau gelombang migrasi yaitu :
a. Gelombang pertama terjadi sebagai akibat dari persebaran
penduduk yang terjadi di Nusantara selama zaman prasejarah
b. Gelombang kedua terjadi secara perlahan selama
masa perkembangan agama Hindu di Nusantara
c. Gelombang ketiga merupakan gelombang terakhir yang berasal
dari Jawa, ketika Majapahit runtuh pada abad
ke-15 seiring dengan Islamisasi yang terjadi di Jawa sejumlah
rakyat Majapahit memilih untuk melestarikan kebudayaannya di Bali, sehingga
membentuk sinkretisme antara kebudayaan Jawa klasik dengan tradisi
asli Bali.
Kebudayaan
Pulau bali sangat terkenal dengan Kebudayaannya seperti seni
tari, seni pertujukan, dan seni ukirnya. Covarrubias mengamati bahwa
setiap orang Bali layak disebut sebagai seniman, sebab ada berbagai aktivitas
seni yang dapat mereka lakukan lepas dari kesibukannya sebagai petani,
pedagang, kuli, sopir, dan sebagainya mulai dari menari, bermain musik,
melukis, memahat, menyanyi, hingga bermain lakon.
Hampir diseluruh desa banyak dijumpai sebuah pura yang
indah, pemain gamelan andal, dan bahkan aktor berbakat. Bahkan sesajen
yang dibuat wanita Bali memiliki sisi artistik pada jalinan potongan daun
kelapa dan susunan buah-buahan yang rapi dan menjulang. Menurut
Covarrubias, seniman Bali adalah perajin amatir, yang melakukan aktivitas
seni sebagai wujud persembahan, dan tidak peduli apakah namanya akan
dikenang atau tidak. Seniman Bali juga merupakan peniru yang baik,
sehingga ada pura yang didekorasi dengan ukiran menyerupai dewa khas Tionghoa,
atau dihiasi relief kendaraan bermotor, yang mereka contoh dari
majalah asing.
Sebagaimana di Jawa, suku Bali juga mengenal pertunjukan wayang, namun dengan bentuk wayang yang lebih menyerupai manusia daripada wayang khas Jawa. Suku Bali juga memiliki aspek-aspek unik yang terkait dengan tradisi religius mereka. Kehidupan religius mereka merupakan sinkretisme antara agama Hindu-Buddha dengan tradisi Bali.
Rumah Adat
Rumah Bali dibangun sesuai dengan aturan Asta Kosala
Kosali yang terdapat pada bagian kitab Weda yang mengatur tata letak
ruangan dan bangunan, hal ini sama dengan Feng Shui dalam Budaya China.
Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup
akan tercapai apabila terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek pawongan,
palemahan dan parahyangan. Untuk itu pembangunan sebuah rumah harus meliputi
aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut Tri Hita Karana. Pawongan
merupakan para penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada hubungan yang baik
antara penghuni rumah dan lingkungannya.
Pada umumnya bangunan atau arsitektur tradisional daerah
Bali selalu dipenuhi hiasan, berupa ukiran, peralatan serta pemberian warna.
Ragam hias tersebut mengandung arti tertentu sebagai ungkapan keindahan
simbol-simbol dan penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis
fauna juga berfungsi sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam
patung.
Tradisi
1. Mekare-kare (Perang Pandan)
Merupakan salah satu tradisi unik di Bali yang berada di desa
Tenganan, Karangasem dan diadakan tiap tahun di Bulan Juni. Adalah upacara
persembahan yang dilakukan untuk menghormati Dewa Indra yang merupakan Dewa
Perang bagi umat Hindu dan para leluhur. Desa Tanganan sendiri termasuk desa
tua di Bali, disebut desa Bali Aga atau Bali Asli.
Ngaben merupakan salah satu upacara umat Hindu, rangkaian
upacara Ngaben salah satunya adalah prosesi pembakaran mayat yang bertujuan
menyucikan roh leluhur orang yang sudah meninggal. Tradisi ini dilakukan turun
temurun oleh masyarakat Bali.
3. Mesuryak
Merupakan salah satu tradisi unik di banjar Bongan, Bali.
Mesuryak merupakan tradisi melempar uang ke atas yang digelar pada hari raya
Kuningan atau 10 hari setelah Galungan. Tujuannya adalah memberi persembahan
atau bekal kepada leluhurnya yang turun pada hari raya Galungan dan kembali ke
Nirwana pada hari raya Kuningan.
4. Megibung
Tradisi makan bersama dalam satu wadah, merupakan tradisi yang
dimiliki oleh warga Karangasem, ujung timur pulau Dewata Bali. Tradisi megibung
kerap kali dapat dijumpai pada upacara-upacara keagamaan dan adat di
Karangasem.
5. Mesangih/Metatah/Mepandes
Upacara potong gigi atau dalam bahasa Bali adalah Mesangih,
Metatah, Mepandes merupakan upacara keagamaan Hindu-Bali. Upacara ini termasuk
dalam upacara Manusa yadnya. Merupakan ritual mengikis 6 gigi bagian atas yang
berbentuk taring dan bertujuan mengurangi sifat buruk manusia (peserta
mesangih).
6. Omed-omedan
Tradisi Omed-omedan hanya bisa ditemui di banjar Kaja, Sesetan
Denpasar. Omed-omedan dalam bahasa Indonesia berarti tarik menarik. Merupakan
tradisi yang ada turun temurun sejak jaman sebelum penjajahan Belanda dan
diikuti oleh teruna teruni/muda mudi atau orang tua yang belum menikah.
Diadakan rutin setiap tahun pada tanggal 1 Caka atau satu hari setelah perayaan
Nyepi.
7. Melasti
Merupakan salah satu rangkaian upacara sebelum hari raya Nyepi,
tepatnya dilakukan 3 hari sebelum hari raya Nyepi. Makna dari upacara ini
adalah proses pembersihan diri manusia, alam, dan benda-benda yang dianggap
sakral dengan cara dihanyutkan agar segala kotoran tersebut hilang dan suci
kembali. Selain itu, upacara ini juga bertujuan memohon kepada Ida Sang Hyang
Widhi Wasa agar umat Hindu diberi kekuatan dalam melaksanakan rangkaian Hari
Raya Nyepi.
8. Ngurek
Bisa dibilang upacara Ngurek ini merupakan tradisi yang paling
ekstrim yang ada di Bali. Tradisi ini merupakan wujud bakti seseorang yang
kepada Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa).
9. Nyepi
Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi, senyap). Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan/kalender caka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi, Tahun Baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi. Tidak ada aktivitas seperti biasa. Semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandar Udara Internasional pun tutup, namun tidak untuk rumah sakit.
9. Nyepi
Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi, senyap). Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan/kalender caka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi, Tahun Baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi. Tidak ada aktivitas seperti biasa. Semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandar Udara Internasional pun tutup, namun tidak untuk rumah sakit.
Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan
Yang Maha Esa, untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia/microcosmos) dan
Bhuana Agung/macrocosmos (alam semesta). Sebelum Hari Raya Nyepi, terdapat
beberapa rangkaian upacara yang dilakukan umat Hindu, khususnya di daerah Bali.
Bahasa
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Bali dan bahasa
Indonesia, sebagian besar masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan
trilingual. Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga dan bahasa asing utama bagi
masyarakat Bali yang dipengaruhi oleh kebutuhan industri pariwisata. Bahasa
Bali asli di bagi menjadi 2 yaitu:
1. Bahasa Aga yaitu bahasa Bali yang pengucapannya lebih
kasar
2. Bahasa Bali Mojopahit yaitu bahasa yang pengucapannya
lebih halus
Sistem Kekerabatan Suku Bali
Sistem perkawinan suku bali dulunya ditentukan oleh kasta.
Yang mana wanita dari kasta tinggi tidak boleh kawin dengan laki-laki kasta
rendah. Namun seiring perkembangan zaman, hal itu tidak berlaku lagi.
Perkawinan yang dianggap pantang adalah perkawinan saudara perempuan suami
dengan saudara laki-laki istri (mak dengan ngad). Hal itu akan menimbulkan
bencana (panes).
Cara memperoleh istri berdasarkan adat ada dua, yaitu:
1.
memadik, ngindih:
dengan cara meminang keluarga gadis;
2.
mrangkat, ngrorod:
dengan cara melarikan seorang gadis.
Kepercayaan
Mayoritas suku Bali menganut kepercayaan Hindu
Siwa-Buddha, salah satu denominasi agama Hindu. Ajaran ini dibawah oleh
para pendeta dari India yang berkelana di Nusantara dan kemudian
memperkenalkan sastra Hindu-Buddha kepada suku Bali berabad-abad yang lalu.
Masyarakat menerimanya dan mengkombinasikannya dengan mitologi
pra-Hindu yang diyakini mereka. Suku Bali yang telah ada sebelum
gelombang migrasi ketiga, dikenal sebagai Bali Aga, sebagian besar
menganut agama berbeda dari suku Bali pada umumnya. Mereka mempertahankan
tradisi animisme.
Suku Bali Hindu percaya adanya satu Tuhan dengan konsep
Trimurti yang terdiri atas tiga wujud, yaitu:
1.
Brahmana :
menciptakan;
2.
Wisnu : yang
memelihara;
3.
Siwa : yang melebur.
Selain itu hal-hal yang mereka anggap penting adalah
sebagai berikut.
1.
Atman : roh yang
abadi.
2.
Karmapala : buah
dari setiap perbuatan.
3.
Purnabawa :
kelahiran kembali jiwa.
Tempat ibadah agama Hindu disebut pura. Pura memiliki
sifat berbeda, sebagai berikut:
1.
Pura Besakih:
sifatnya umum untuk semua golongan.
2.
Pura Desa (kayangan
tiga): khusus untuk kelompok sosial setempat.
3.
Sanggah: khusus
untuk leluhur.
Daftar
Pustaka :
http://dunia-kesenian.blogspot.sg/2015/02/penjelasan-adat-dan-kebudayaan-suku-bali.html
http://blog.kutaraya.com/upacara-dan-tradisi-unik-di-bali
0 komentar:
Posting Komentar